Kita tentu mengetahui, bahwa sesungguhnya akhlaq rosul adalah puncak segala akhlaq manusia. Bahkan Alloh SWT pun menyatakan pujian-Nya dalam al-Quran,“Sesungguhnya engkau mempunyai akhlaq yang sangat hebat”. Kehebatan akhlaq rosul ini tercermin dari sikap, pergaulan, dan perangainya. Jika kita membuka kitab-kitab hadits, maka akhlaq rosul akan menjadi bidang ilmu tersendiri yang perlu ditelaah dengan seksama dan dalam waktu yang cukup lama. Namun, meskipun begitu tidak salahnya jika kita mengambil secuil ilmunya, untuk dipelajari dan diamalkan dalam hidup keseharian.
Dalam salah satu haditsnya, rosul bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlaq”. Berdasarkan hadits ini, kita bisa menyatakan
bahwa akhlaq yang mulia terdapat pada diri rosululloh saw. Contoh keluhuran
akhlaqnya tercermin dari sikap amanahnya. Kaum kafir quraisy yang notabene
musuh secara aqidah, mempercayai rosul untuk dititipkan barang-barang berharga.
Saat rosululloh harus hijrah, dan yang menggantikan tempat tidurnya adalah Ali
bin Abi Thalib, rosul berpesan, “Wahai Ali, di bawah tempat tidur ada barang-barang titipan kaum quraisy,
engkau harus jaga dan kembalikan”.
Saat kita mengaku umat nabi Muhamad,
harusnya sangat peduli terhadap akhlaq. Dalam kenyataanya, kadang terpisah
antara kecintaan kepada nabi dan keteladaan terhadap sikap dan akhlaqnya.
Akhlaq dan ibadah kadang tidak selamanya selaras. Ada kalanya seseorang bagus
dalam ibadahnya, namun kurang bagus dalam akhlaqnya. Sebaliknya, ada orang yang
bagus dalam akhlaqnya, namun kurang bagus dalam ibadahnya. Yang kita harapkan,
adalah seimbang antara ibadah dan akhlaq. Bagusnya ibadah diwujudkan dalam akhlaq
yang baik.
Dalam hadits lainnya, nabi bersabda, “Iman orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya”. Mengacu pada hadits ini, sesunguhnya iman itu bertingkat-tingkat. Dan
tingkatan iman yang paling tinggi adalah mereka yang memiliki akhlaq yang baik.
Jadi, secara teoritis, ajaran islam sangat menanamkan akhlaq terhadap
pemeluknya. Dan menjadi tantangan bagi kita, bagaimana teori itu bisa
diwujudkan dalam praktek keseharian (culture).
Lanjut lebih lanjut lagi nabi bersabda, “Orang terbaik diantara kamu, adalah yang paling baik
kepada keluarganya”. Jadi, tolak ukur / parameter
baiknya akhlaq seseorang cukup jelas, bukanlah mereka yang baik secara
‘basa-basi’, melainkan mereka yang baik terhadap keluarganya. Dan dengan
terangnya nabi mengatakan bahwa “Akulah yang paling baik diantara kamu terhadap keluarga”.
Wujud nyata untuk menggapai kebaikan
akhlaq keluarga tersebut adalah dengan memberikan keseimbangan dalam memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga. Di satu sisi harus memberikan kenyamanan
dengan materi, namun di sisi lain memberikan pengajaran tentang Alloh dan
agama-Nya. Jangan sampai ada anggota keluargaberagama lemah karena tidak pernah
diajari.
Sejarah menceritakan nabi adalah pribadi
mandiri di rumahnya. Beliau mengerjakan semua pekerjaan istrinya mulai dari
mengepel, menyuci, strika, memasak, menjahit baju, dan lain-lain. Dalam fiqh
madhab syafii, ada pendapat yang mengatakan semua pekerjaan rumah aslinya
adalah tugas suami. Sementara tugas istri, adalah mendidik anak, dan ‘melayani’
suami.
“Dikutip dari Pengajian Malam Ahad, 19
Feb 2011, Mesjid Darussalam Kota Wisata, Cibubur. Narasumber: DR. Daud Rasyid
MA”
0 komentar:
Posting Komentar