(Arrahmah.com) - Islam
memposisikan wanita dengan begitu mulia, karena generasi gemilang akan
lahir dari rahimnya. Dalam masa kebudayaan jahiliyah sebelum datangnya
Islam, wanita dianggap sangat rendah dan hina bahkan tidak sedikit
ketika lahir anak perempuan dikubur hidup-hidup. Mereka memandang wanita
dengan sebelah mata, bahkan dianggap hina dan tidak berharga. Setelah
datangnya Islam, terbukti wanita dapat menghirup udara bebas dan
diberikan tugas kepadanya dalam membangun sebuah masyarakat yang
berbudaya dan beradab.
Maka
kita tidak heran bahwa dalam Islam tidak ada yang namanya diskriminasi
terhadap wanita, tidak ada tuntutan emansipasi wanita dan feminisme.
Karena sejak pertama kali di wahyukannya agama Islam kemuka bumi, Islam
selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum wanita. Dan syariat
Islam yang seperti ini tidak akan luntur di makan zaman, tak akan pernah
berevolusi maupun revolusi.
Hal ini berbeda dengan budaya barat dewasa ini yang merupakan
produk dari zaman yang akan selalu berubah dan bergeser karena kikisan
sang waktu. Sedangkan Islam meletakkan antara pria dan wanita sesuai
dengan kodrat masing-masing. Maka dari itu tidak ada alasan bagi kaum
muslimin baik pria, wanita, tua, muda untuk menuntut lebih dari yang di
gariskan oleh sang maha menetapkan, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena
Allah-lah yang maha mengetahui rahasia-rahasia di balik penciptaan
mahluknya.
Bangsa
barat dalam reformasi dan modernisasi, menuntut persamaan hak
(emansipasi). Namun, konsep emansipasi itu sendiri yang semakin lama
semakin tidak jelas, yang seharusnya emansipasi membebaskan wanita dari
belenggu perbudakan, tetapi malah menjerumuskan wanita ke jurang
perbudakan yang baru. Pada masyarakat kapitalis, wanita dieksploitasi
dan menjadi komoditas yang dapat di perjual belikan kepada umum,lihat
saja tayangan iklan-iklan di media informasi di sekeliling kita. Di
dalam masyarakat yang bebas, wanita di didik budaya permisif yang lepas
dari nilai-nilai normatif hanya untuk kepentingan industri. Di luar
konsep Islam mereka menuntut kesamaan, kebebasan dan hak asasi manusia,
padahal mereka malah mengabaikkan kodrat dan martabat wanita yang
seharusnya dijunjung tinggi. Secara tidak langsung mereka menganggap
bahwa Islam bersikap diskriminasi terhadap wanita. Padahal Islam
menempatkan wanita tidak melebihi atas apa yang telah di gariskan dan
dikodratkan sebagai wanita.
Umar
bin Khathab pernah berkata, "Pada masa jahiliyah, wanita itu tak ada
harganya bagi kami. Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa
wanita itu sederajat dengan laki-laki." Persamaan yang dimaksudkan oleh
Islam ini meliputi segala aspek, termasuk masalah hak dan kewajiban. Hal
ini sangat dipahami oleh para wanita Islam dan oleh karenanya mereka
pegang ajaran Islam dengan sangat kuat.
Tidak
jarang ada pernyatraan dari ummat Islam berkata, "Jalan menuju
kebangkitan sudah sangat jelas, yaitu dengan cara kita menempuh jalan
yang telah ditempuh bangsa Eropa. Lalu, agar kita dapat berubah seperti
mereka, maka segala apa yang ada pada mereka harus kita ambil. Pahit,
manis, kebaikan, keburukan dan termasuk hal-hal yang disukai juga yang
dibenci (Toha Husein, masa depan pengetahuan di Mesir)
HANCURNYA KELUARGA
Masalah
selanjutnya bukan lagi hanya seputar masalah wanita dan hak-hak mereka
saja. Akan tetapi, menjadi meluas dan melebar meliputi bagaimana
membangun rumah tangga seperti cara dan gaya yang sesuai dengan
peradaban Barat. Berkembanglah pemikiran bahwa membina rumah tangga tak
perlu lagi memperhatikan aturan dan nilai-nilai. Peran "ibu" tak lagi
menjadi tugas wanita saja. Peranan itu sebenarnya adalah tanggung jawab
masyarakat. Bahkan, peran itu dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki.
Sebenarnya,
di Eropa pemikiran dan ideologi ini melahirkan banyak permasalahan.
Sebagai contoh di Perancis tercatat 53% anak-anak yang lahir tak
memiliki bapak yang jelas. Di banyak negara Eropa semakin berkembang
trend enggan mempunyai anak bahkan enggan untuk menikah. Hubungan
laki-laki dan wanita sekadar hubungan seks bebas tanpa ada ikatan, tak
ada aturan yang mengikat. Dan selanjutnya mereka menuntut agar
dilegalkannya aborsi sebagai dampak langsung dari merebaknya budaya seks
bebas.
Hal
ini juga berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas dengan sangat
tajam. Pada tahun 1998 tingkat kriminalitas di Amerika mencapai angka
yang sangat fantastis. Tindakan perkosaan terjadi setiap 6 menit,
penembakan terjadi setiap 41 detik, pembunuhan setiap 31 menit. Dana
yang dikeluarkan untuk menanggulangi tindakan kejahatan saat itu
mencapai 700 juta dolar per tahun (angka ini belum termasuk kejahatan
Narkoba). Angka ini sama dengan pemasukan tahunan (income) 120 negara
dunia ketiga.
KEJAHATAN ATAS WANITA
Merebaknya
kejahatan memberikan bahaya tersendiri buat para wanita di Eropa.
Hingga PBB pada 17 Desember 1999 mengeluarkan keputusan bahwa tanggal 25
November merupakan hari anti kekerasan pada wanita. Ada banyak fakta
dan data yang seharusnya diperhatikan oleh mereka yang terbuai dengan
Barat. Di Eropa dan Amerika pada setiap 15 detik terjadi kekerasan atas
wanita. Belum lagi jika ditambah dengan aksi pemerkosaan setiap harinya.
Sehingga Amerika tercatat sebagai negara tertinggi dalam hal kekerasan
terhadap wanita. Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada wanita
terjadi di Amerika dan 20% di Inggris.
Belum lagi kejahatan perbudakan yang terjadi di Amerika, CNN pernah
menyiarkan laporan bahwa pada tahun 2002 jutaan anak-anak dan wanita
dijual belikan di Amerika setiap tahunnya. Lebih dari 120 ribu wanita
berasal dari Eropa Timur dan beberapa negara miskin lainnya dikirim ke
Eropa untuk dipekerjakan sebagai budak seks. Lalu lebih dari 15 ribu
wanita yang mayoritas berasal dari Meksiko dijual ke Amerika untuk
dipekerjakan di komplek-komplek pelacuran.
Bisnis
haram ini bahkan merenggut kemerdekaan anak-anak di dunia, hingga
Sidang Umum PBB pada pertemuan yang ke 54 mengeluarkan keputusan pada 25
Mei 2000 tentang hak anak. Sebuah keputusan yang mendesak agar
dilakukan pencegahan agar tak lagi terjadi jual beli anak apalagi
kemudian dipekerjakan sebagai budak seks seperti yang terdapat pada
jaringan internet.
Memperhatikan
apa yang terjadi di Barat, seharusnya membuat kita berfikir panjang
jika ingin menempuh jalan yang telah ditempuh oleh Barat. Dalam penjara
Israel terdapat sekitar 100 tawanan wanita. Mengapa Barat diam saja atas
semua ini. Di Palestina terdapat lebih dari 250 wanita yang telah
menemui syahidnya, belum lagi para wanita yang menderita luka-luka pasca
intifadhah. Adapun tentang wanita di Irak, cukuplah bagi kita apa yang
disampaikan oleh organisasi dunia pada 22 Februari 2005 yang mengatakan
bahwa kondisi wanita Irak tak jauh berbeda dengan kondisi manakala
mereka berada di bawah pemerintahan Sadam Husein.
Hal
ini menjelaskan bahwa kemerdekaan dan kebebasan wanita seperti yang
digemborkan Amerika sama sekali tak menyentuh mereka. Bahkan kondisi
mereka di bawah penjajahan Amerika jauh lebih buruk lagi. Mereka
menerima perlakuan kasar, dianiaya, dilecehkan bahkan diperkosa.
PENUTUP
Maka,
sebagai umat Islam marilah kita lebih jernih berpikir, dan tidak
terpengaruh argumentasi bahwa feminisme dan kesetaraan gender dapat
menjadi solusi dari permasalahan kaum perempuan di dunia Islam, semisal
kekerasan rumah tangga (domestic violence) , women trafficking, dan
permasalahan sosial lainnya. Sampai saat ini, negara-negara Barat tidak
pernah bisa membuktikan bahwa mereka berhasil mengatasi problematika
sosial tersebut. Justru sebaliknya, kehancuran moral telah merusak
tatanan sosial masyarakat Barat, gerakan feminis kemudian disalahkan
karena dianggap telah mengubah perempuan menjadi makhluk-makhluk gila
karir dan menjauhkan mereka dari kehangatan keluarga. Wallahu a'lam bishshawab.
0 komentar:
Posting Komentar